Thursday, March 6, 2008

Sekarang Saatnya Pemerintah Melindungi Petani

Wawancara dengan Prof. Dr. Ir. Sunarto, MS, Penemu Varietas Kedelai Slamet dan Sindoro


Sekitar bulan Januari 2008 lalu, 5.000 pengusaha tahu tempe di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi berunjuk rasa hari ini di depan Istana Negara, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Mereka menuntut pemerintah untuk menurunkan harga kedelai. Protes petani dan tak efektifnya penghapusan bea masuk membuat produsen tempe tahu hingga hari ini masih harus membeli kedelai dengan harga mahal.

Setidaknya semua ini menjadi gambaran dari sebuah kebijakan yang terlalu bergantung pada komoditas pertanian impor. Pemerintah belum bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara mandiri. Sebenarnya, kaum akademisi lokal sudah mengembangkan jenis benih kedelai yang bisa dimanfaatkan oleh petani. Salah satunya adalah dosen Jurusan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Beberapa tahun lalu beliau menemukan varietas kedelai yang bisa tahan ditanam dilahan masam. Namun hal itu belum dimanfaatkan secara maksimal oleh petani. Semua tergantung selera pasar.


Berikut ini cuplikan wawancara eksklusif kru Tegalan dengan sang penemu kedelai varietas Slamet dan varietas Sindoro, Prof. Dr. Ir. Sunarto, MS, yang ditemui di ruang kerjanya yang sederhana dan sesak dengan buku, di Kampus Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Apa yang melatarbelakangi Bapak untuk mengembangkan varietas kedelai Slamet dan Sindoro ini?
Tanah masam di Indonesia sangat luas hingga puluhan juta Ha, itu harus diberdayakan. Tetapi harus diperbaiki dulu karena mengandung aluminium yang bisa menyebabkan keracunan. Tanah tersebut diperbaiki (ameliorasi) dihilangkan sifat fisik dan kimianya, misalnya diberi kapur, pupuk (phosphate). Baru bisa diberdayakan. Kalau tidak diperbaiki kondisinya, tanaman bisa stress. Saya berpikir, apakah ada diantara varietas kedelai yang ada terutama yang memiliki sifat tahan terhadap aluminium. Setelah diteliti ada 1 varietas Dempo (tetua) yang memiliki sifat ketahanan terhadap tanah. Varietas ini kemudian disilangkan dengan varietas Wilis yang memiliki sifat berdaya hasil tinggi untuk mendapatkan keturunan yang baik. Melalui program pemuliaan tanaman diperoleh sejumlah galur harapan. 

Maksudnya?
Dari hasil persilangan dihasilkan beberapa jenis yang memiliki sifat-sifat yang masih berubah. Nah, setelah sifatnya tetap di ambil untuk dilakukan uji mulitilokasi di Sumatra Barat, Lampung, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Tengah dan Timur masing-masing dua lokasi dihasilkan dua bibit unggul di lahan yang ada di Jawa Tengah. Kemudian saya daftarkan ke Badan Benih Nasional Departemen Pertanian yang kemudian dilepas dengan nama kedelai Slamet dan Sindoro. 

Kenapa namanya mengambil dari nama gunung Prof? 
Diambil dari nama gunung karena pada waktu itu tahun 2003 pendaftaran benih harus menggunakan nama gunung. 

Apa kelebihan dari varietas ini?
Kelebihan varietas Slamet bisa ditanam dimana saja, tidak hanya untuk lahan masam. Hasilnya juga lumayan banyak. Varietas Slamet bisa menghasilkan 2,23 ton per hektar, sedangkan varietas Sindoro menghasilkan 2 ton per hektar. 

Sudah didistribusikan dimana saja?
Persoalan distribusi sebenarnya tergantung dengan selera petani. Varietas sudah didistribusikan oleh Departemen Pertanian. Daerah yang memakai varietas ini Bengkulu, Musi (Banyuasin), sebuah LSM di Kalimantan Tengah minta 1 ton untuk ditanam di 25 hektar. Kebumen sudah mulai menanam, tempatnya di Kecamatan Kewarasan, Gombong dan Bulus Pesantren, kemudian Kecamatan Susukan, Banjarnegara dan Pemalang. Banyumas juga sudah. Kemarin minta benih sekitar 5 ton. Untuk persebaran benih masih ada kendala.

Kendalanya apa Prof?
Umumnya petani lebih suka yang umur pendek dan bijinya besar. Padahal hasilnya belum tinggi. Selain itu cara bertaninya mungkin belum pas, entah karena penyuluhnya atau petani yang salah menerapkan. Petani juga tidak biasa menyimpan benih dalam jangka panjang, jadi mereka masih tergantung pada bantuan benih dai pemerintah. Saya juga ikut menyuluhkan tentang penyimpanan benih selama 1 tahun. Pola pikir petani lebih suka menanam daripada menyimpan sendiri, nyari gampangnya. Kualitas kedelai impor juga lebih baik daripada kedelai lokal. 

Apa pendapat Profesor tentang kenaikan harga kedelai sekarang?
Itu tadi, pasar masih tergantung pada kedelai impor yang disukai karena bijinya besar. Efeknya, sewaktu harga impor murah yang diuntungkan adalah pengrajin tempe dan tahu, yang dirugikan adalah petani kedelai. Hal itu membuat petani enggan menanam kedelai karena tidak termotivasi harga. Hanya menjadi tanaman samben (sambilan-Red) saja. Sekarang harga impor naik, yang menjerit pengrajin tempe dan tahu. Petani kedelai memiliki peluang, asal tidak digarap dengan asal-asalan.

Harapan buat petani di wilayah?
Melihat harga yang baik ini, harapan saya petani jangan segan-segan menanam. Dipelihara dengan baik, kena hama juga dikendalikan dan diberi pupuk.

Harapan untuk pemerintah?
Menjaga kestabilan harga kedelai, kestabilan harga itu penting. Kebijakan impor juga dibatasi secara bertahap sambil menunggu peningkatan produksi petani. Lama-kelamaan hapuskan impor, kita swasembada.

Wawancara oleh Andreas Nugroho PS

No comments: