Oleh Widoro
Tanyakan kepada Pak Jayus (52 th) bagaimana cara mengubah bukit tandus yang hanya menjadi tempat penggembalaan ternak menjadi bukit hijau penuh berisi pepohonan. Dia akan menjawab dengan gamblang dan senang hati sambil berharap ada orang lain yang meneruskan usaha yang selama ini dia lakoni. Hari-hari Jayus Basri Pamujo -nama lengkapnya- diisi dengan mengembangkan wanatani di dusunnya Cunil, sebuah dusun di atas bukit seluas kurang lebih 60 ha di tengah hamparan sawah desa Pegalongan Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Dulu, kata Jayus, bukit ini hanyalah tanah negara terlantar dan tandus, satu-satunya fungsi lahah adalah tanah angon, tanah untuk menggembala ternak.
Jayus muda tergerak hatinya untuk merubah keadaan dusun kelahirannya. Impiannya adalah mengubah dusun yang gersang, tandus, dan tidak produktif menjadi dusun yang hijau oleh pepohonan dan produktif untuk penghidupan. Maka, selepas SMP Jayus bergabung dengan kelompok tani Terus Jaya, dia memandang kelompok tani adalah sarana yang tepat untuk mewujudkan impiannya. "Saya tidak akan menikah sebelum penghijauan di perbukitan Cunil berhasil", nadzar-nya waktu itu. Tahun 1982 dengan bimbingan Haryo Seno seorang Petugas Penyuluh Lapangan, Jayus memimpin kelompok tani Terus Jaya melakukan penghijauan dan membuat terasering. Tanaman pertama adalah Kaliandra untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar dan penguat teras. Setahun berikutnya, Tim Evaluasi Penghijauan Propinsi Jawa Tengah menetapkan kelompok taninya sebagai juara I Lomba Penghijauan. Terus Jaya mewakili Jawa Tengah pada Pekan Penghijauan Nasional yang diselenggarakan di Mataram NTB, tahun 1984. Bagi Jayus, inilah kesempatan untuk menimba ilmu, dan bertukar pengalaman sesama petani. Demikian juga pada pada Pekan Penghijauan Nasional pada tahun berikutnya yang dilaksanakan di Kedung Ombo, Wonogiri, Jayus menghadirinya dengan semangat yang sama, menambah pengetahuan, menambah saudara dan bertukar pengalaman.
Rupanya, keberhasilan melakukan penghijauan memberi dampak positif. Keinginan masyarakat Cunil untuk memiliki lahan garapan disambut baik oleh pemerintah kabupaten Banyumas. Maka, pada tahun 1989 berdasarkan inisiatif masyarakat Cunil, Pemerintah Dati II Banyumas melakukan redistribusi tanah negara kepada masyarakat. Luasnya sesuai dengan garapan masing-masing petani. Karena itu, tanah di perbukitan Cunil juga dikenal sebagai tanah suwunan. Jayus mengenang peristiwa ini dalam nama anak keduanya, Suto Cundoko yang artinya Laki-laki Cunil yang panjang karunianya. Sebelumnya Jayus juga menandai keberangkatannya ke Mataram dengan memberi nama anak pertamanya, Rambat Sri Uni. Rambat dia artikan sebagai Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Kearifan Seorang Petani
Jayus selalu kritis terhadap kebijakan pemerintah. Bahkan setelah tahun 1988 Jayus di diangkat menjadi kepala dusun Cunil. Menurutnya banyak program pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani. "P3KUK, Pilot Proyek Percontohan Kredit Usaha Tani dan Konservasi malah menyebabkan petani terlilit hutang" ujarnya. Bagi Jayus, program untuk petani harus dirumuskan bersama petani, untuk menghasilkan program yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan kondisi riil petani. Berbicara kemandirian dan inisiatif petani, Jayus memberi contoh dengan jelas, sejak tahun 1995 Jayus memimpin Kelompk tani Terus Jaya melakukan "penghijauan seri II". Program ini adalah inisiatif murni petani. Mulai dari rencana tata guna lahan, pemilihan bibit, dan pemeliharaan, dilakukan secara mandiri eleh petani, bukan lagi mengandalkan bantuan dari pemerintah. Dimulai dari program ini, petani Cunil mempraktekan konsep wanatani, sebuah konsep yang diyakini sesuai dengan keadaan alam Cunil. Wanatani dianggap mampu menyeimbangkan fungsi ekonomis lahan dan kaidah-kaidah konservasi.
Hari-hari Perjuangan
Desember 2005, sawah di sekitar desa Kedungrandu, Pegalongan dan Sokawera sudah 2 tahun gagal panen. Penyebabnya irigasi tidak lancar dan serangan tikus. Jayus kembali lagi ke medan perjuangan, kali ini tujuannya adalah menuntut pemerintah untuk serius mengurus irigasi yang menjadi salah satu hak dasar petani. Bersama beberapa kelompok tani wilayah perbukitan Gunung Tugel, Jayus mempelopori pembentukan Paguyuban Tani Sri Maneges (PTSM),paguyuban yang menuntut kepada pemerintah Kabupaten Banyumas untuk memperbaiki saluran irigasi Banjaran I sampai IVB yang tertutup sampah TPA Gunung Tugel. Tuntutan kepada PEMKAB Banyumas ini dilakukan setelah keluhan dan keresahan petani yang disampaikan lewat pemerintah desa tidak ditanggapi serius.
Nasib baik sedang berpihak pada petani ini, begitu PEMKAB mendengar rencana aksi demonstrasi PTSM mereka langsung memanggil tokoh-tokoh organisasi termasuk Jayus. Mereka langsung berkomitmen melalui Dinas Pengairan dan Sumber Daya Mineral serta Dinas Lingkungan Hidup untuk membersihkan saluran irigasi dan membuat bornjong-bronjong penahan guguran sampah.
Begitulah Jayus menjalani kehidupannya sebagai petani, anggota organisasi tani, dan aparat pemerintah desa. Sampai saat ini jayus masih berharap suatu saat nanti dia dan kaum tani akan menepuk dada dengan bangga berprofesi sebagai petani. Petani tidak enggan untuk menjadi pelopor bagi petani lainnya untuk tetap menjaga kelestarian alam dan memunculkan pemuda-pemuda yang mau bekerja sebagai petani. "Menjadi petani bukan kerena terpaksa, tapi pertanian adalah harapan bagi kehidupan masa depan", tuturnya.
Thursday, February 8, 2007
Kerja Keras Pak Jayus untuk Bumi Cunil
Labels:
Edisi Wanatani,
Profil
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Kerja keras adalah energi kita, energi kita adalah kerja keras, meski kadang kerja keras membuat kita kehabisan energi, namun tak bisa di pungkiri dari kerja keras kita bisa bisa makan dan menambah energi kita untuk bekerja keras. Lah.... jadi spam.. bolak-balik tak ada habisnya... hehehehe...
Post a Comment