Monday, December 17, 2007

Keruhnya Pengelolaan Air Bersih

Oleh Dimas Herjun

Meskipun Indonesia dikaruniai banyak air dengan curah hujan yang relatif tinggi, namun kelangkaan air tetap terjadi di berbagai daerah. Banyak warga yang kesulitan mengakses air bersih. Air bersih menjadi kebutuhan mendasar yang tak terpisahkan dari hidup dan kehidupan manusia.

Berbagai upaya untuk mengatasi kelangkaan air bersih ini pun sebenarnya telah dilakukan warga seperti dengan memperdalam sumur bor atau bahkan membuat sumur bor baru. Seperti yang dialami oleh Rifan (30), salah sorang warga Jln. Gunung Slemet, Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara, “Ini sudah yang kedua kali saya ngebor sumur, mas. Yang pertama airnya berminyak, baru yang terakhir ini setelah pindah agak ke timur rumah airnya agak lumayan bersih.” Terkadang sungai menjadi pilihan alternatif lainnya, walaupun banyak sungai yang terbilang tidak jernih.

Tak jauh berbeda dengan warga yang menjadi pelanggan PDAM. Walaupun telah membayar untuk pasokan kebutuhan air bersih, ternyata permasalahan untuk mendapatkan air bersih masih menjadi problematika yang tak kunjung selesai. Bahkan terus berulang dari tahun ke tahun. Dari sedikitnya jumlah air yang keluar dari kran hingga bau tak sedap dan keruhnya air yang keluar. Khususnya jika masa paceklik air di musim kemarau datang.

“Khususnya jika kemarau, air yang keluar sedikit sekali.” Ungkap Benny, seorang warga Kecamatan Purwokerto Timur. “Terkadang airnya malah keruh dan bau, jadi tidak bisa dipakai untuk keperluan sehari-hari.” Ujarnya menambahkan. Setidaknya pengalaman seperti inilah yang dialami oleh sekitar 500 pelanggan PDAM di wilayah Purwokerto.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama PDAM Kabupaten Banyumas, Ahmad Hussein, menyatakan bahwa bau dan keruhnya air hanya sementara. “Hanya terjadi di awal-awal saja, tidak lama. Setelah kurang lebih 1 sampai 2 minggu keadaan airakan kembali normal.” Tekannya. Kondisi seperti ini menurutnya di sebabkan karena PDAM menyalakan sumber air yang berasal dari sumur dalam yang menjadi pasokan tambahan PDAM Banyumas karena mengecilnya debit air yang dihasilkan dari sumber mata air.

Bau air yang dialirkan PDAM ke pelanggan menurut Pak Hussein adalah bau yang berasal dari kandungan besi (Fe) dalam air. Namun menurutnya air ini masih aman karena masih berada pada batas ambang aman untuk dikonsumsi. “Kondisi air dengan kandungan Fe 1mg ini secara fisik memang bermasalah di masyarakat, yaitu air yang keruh dan berbau besi, namun masih aman untuk diminum.” Papar bapak paruh baya ini tegas.

Bertolak dari adanya keluhan yang dialami oleh pelanggannya, PDAM sebagai perusahaan penyedia air bersih, mengakui keterbatasannya dalam mengolah air dari sumur dalam. “PDAM hanya mampu membatasi kadar Fe yang tinggi dalam air dari sumur dalam hingga batas ambang aman konsumsi yaitu 1mg.” jelasnya.



Berbeda dengan air dari sumber mata air yang sudah jernih sehingga dapat langsung disalurkan setelah diberi gas Klor pada reservoir.”Dari sumber mata air langsung dimasukkan ke reservoir, karena air sudah jernih, jadi tinggal diklorinasi untuk menghilangkan bakteri, kemudian di salurkan kepada pelanggan”. Tutur Direktur Teknis PDAM, menjelaskan. Air dari sumur dalam harus melalui beberapa tahap aerasi lebih panjang untuk mendapatkan kualitas air yang layak konsumsi. “Pada sumur dalam, karena airnya belum sepenuhnya jernih maka, dilakukan proses pengendapan dan penyaringan, agar air menjadi jernih seperti pada sumber mata air, sebelum diklorinasi dan dialirkan ke pelanggan.” Ujarnya lagi.

Menurut penjelasn Pak Hussein, tahapan-tahapan aerasi tersebut merupakan tindakan yang dilakukan untuk memperoleh air bersih yang berkualitas bagi pelanggannya. Selain melakukan tahapan- tahapan pengolahan air di reservoir, PDAM dalam usaha menjaga kualitas airnya juga melakukan kerjasama dengan lembaga lain, yaitu Laboratorium Dinas Kesehatan Banyumas. ” Dalam melakukan pengelolaan air bersih di wilyah Banyumas Dinas Kesehatan (DinKes) selalu melakukan koordinasi berkala dengan dinas dan instansi terkait, seperti salah satunya adalah dengan PDAM selaku pengelola air minum.” Jelas Ibu Siwi Utami Kepala Bagian Sanitasi (PPTK Pengendalian dampak dan resiko pencemaran lingkungan) Dinas Kesehatan Kab. Banyumas.

“DinKes dan PDAM melakukan kordinasi kerjasama secara berkala untuk merlakukan pengecakan terhadap sumber mata air yang dikelola oleh PDAM. Dalam hal ini Dinas kesehatan menyediakan jasa laboratorium pengujian sample kualitas kadar air layak minum. Sample air ini dilakukan oleh petugas yang ada di puskesmas-puskesmas terdekat dengan daerah pengambilan sample air.” Lanjut Ibu ramping berkerudung ini.

Berkenaan dengan pengambilan sample uji coba air agaknya terjadi ketidak percayaan di antara dinas yang bekerjasama. Terlihat dari bentuk pola kerjasama yang terbangun antara PDAM dengan DinKes. Salah satunya tentang penentuan dimana tempat yang harus diambil sample airnya. Menurut Bu Siwi, pihaknya menunggu pemberitahuan terlebih dahulu dari PDAM. “Penentuan tempat pengambilan sample air dilakukan melalui koordinasi antara DinKes dengan PDAM dengan maksud agar pengambilan sample tepat di wilayah air yang dikelola oleh PDAM, bukan yang lain,” ujarnya. Hal tersebut, menurut ibu muda ini, adalah untuk meminimalisir kesalahan pengambilan sample air. “Ada ketkutan yang diambil bukan dari sumber yang dikelola PDAM,” lanjutnya.
Di sisi lain, pihak PDAM sendiri mengakui bahwa sebenarnya telah memiliki tenaga ahli dan laboratorium sendiri untuk pengujian kualitas air. Namun tetap bekerjasama dengan DinKes hanya bermaksud untuk mencocokkan hasil uji coba. “Kami sebenarnya sudah punya petugas dan laboratorium sendiri. Kerjasama dengan DinKes hanya untuk keperluan pencocokkan hasil sample. Apakah sama atau tidak?” ungkap pak Hussein.

Permasalahan lain juga terlihat ketika beralih pada kauntitas air bersih yang berkaitan dengan ketersediaan sumber mata air. Pak Ahmad Hussein enjelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan air 40.000 pelanggannya, yang 22.000 diantaranya berada di wilyah Purwokerto, pihaknya telah menemukan setidaknya lima sumber mata air baru di daerah Baturraden, Ajibarang dan Sokaraja. Usaha penemuan sumber air baru ini dilakukan karena sumber-sumber air terdahulu debit airnya telah jauh berkurang, bahkan ada kemungkinan kemungkinan menghilang. Sehingga upaya pencarian sumber baru harus terus dilakukan.

Walaupun sebenarnya, ketika merujuk pada penjelasan dari Ir. Zahnir, M.Pd, M.Si, Kepala Bidang Pelestarian Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Banyumas. Pencarian ini tidak harus terjadi jika perawatan terhadap sumber mata air dan sumber air lainnya dilakukan dengan benar. “Di sekitar daerah mata sudah seharusnya ditanami dengan pohon-pohon besar yang berakar tunggang. Karena akar dari pohon itu akan membantu menahan air, sehingga mata air tetap terjaga baik pada musim hujan dan kemarau sumber mata air tidak akan kekurangn air karena masih memiliki simpanan air yang di tahan oleh pohon-pohon besar tersebut,” Ia juga mlanjutkan bahwa, “Penanaman pohon-pohon besar di sekitar sumber air ini wajib dilakukan jika tidak ingin mata air tersebut menghilang,” tegas bapak berperawakan gempal ini.

Berbeda dengan pendapat Dirut PDAM, dia mengatakan bahwa kondisi sumber mata air tergantung dari hutan yang ada di atasnya dan penanaman pohon-pohon besar hanya akan mengganggu. “Kondisi sumber mat air tergantung pada kondisi Hutan sebagai penyuplai asupan air bagi sumber mata air. Pananaman pohon-pohon besar disekitar sumber mata air hanya akan menggangu, karena pohon-pohon tersebut akan menyerap air dan menguapkannya. Sehingga untuk penghijauan disekitar sumber mata air hanya dilakukan atas dasar estetika lingkungan semata,” ungkapnya.

Melihat ketidakharmonisan koordinasi antar lembaga pelayan masyarakat dalam satu lembaga payung bernama Pemerintah Daerah seperti ini. Nampaknya susah bagi masayarakat untuk membangun kepercayaan terhadap mereka. Sehingga sudah saatnya masyarakat untuk berusaha sendiri atas kesejahteraannya.[]

No comments: