Monday, December 17, 2007

Rehabilitasi Irigasi Jangan Sekadar Komitmen

Oleh Andreas Nugroho Pandu S.

Jaringan irigasi di Banyumas kurang lebih 50 persen dalam kondisi rusak, di dalamnya 30 persen dalam kondisi rusak berat. Hal ini dikarenakan jaringan irigasi sebagian besar sudah uzur.

Banyumas termasuk salah satu lumbung padi dengan potensi irigasi yang cukup luas. Menurut data dari makalah Ketahanan Pangan Banyumas milik Dinas Sumber Daya Air Pertambangan dan Energi (Disairtamben) Kabupaten Banyumas, daerah dengan ikon Bawor ini memiliki luas areal potensial 28.320,47 ha dan luas areal fungsional 26.334,98 ha. Areal seluas itu kemudian dibagi menjadi tiga daerah kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten.

Namun kondisi di lapangan berkata lain. Kerusakan jaringan irigasi menghantui daerah asal legenda Lutung Kasarung. Dari catatan Disairtamben, Daerah Irigasi (DI ) Serayu dan DI Tajum yang termasuk dalam jaringan irigasi kewenangan Pemerintah Pusat memiliki luas areal potensial 3.148 ha dan areal fungsional 2.883 ha, dua buah bendungan, 253 buah bangunan irigasi, dan 64,34 km saluran irigasi. Kondisi jaringan irigasi yang melingkupi dua daerah irigasi tersebut satu buah bendungan kondisinya rusak ringan,53 buah bangunan irigasi rusak, dan saluran irigasi sepanjang 30,18 km rusak.

Sama halnya dengan jaringan irigasi yang termasuk kewenangan Pemerintah provinsi Jateng. Luas areal potensial 4.378,34 ha dan areal fungsional 4.260,99 ha. Meliputi DI Banjaran, DI AndongbangJunjungan, DI KedunglimusArca, DI Kebasen dan DI Kalisapi dengan tujuh buah bendungan, 569 buah bangunan irigasi, dan saluran irigasi sepanjang 92,40 km yang berada di wilayah tersebut mengalami kondisi yang serupa. Dari data di lapangan tercatat dari yang ada empat buah bendungan, 280 buah bangunan irigasi, dan saluran irigasi sepanjang 43,21 km rusak.

Sementara jaringan irigasi kewenangan Pemerintah Kabupaten Banyumas memiliki areal potensial 17.665,14 ha dan areal fungsional 16.509,61 ha. Tercatat jaringan irigasi yang dimiliki 498 buah bendungan 2.214 buah bangunan irigasi dan
417,81 km saluran irigasi. Kondisinya juga cukup parah yaitu 313 buah bendungan, 1.235 buah bangunan irigasi, 227,87 km rusak berat hingga ringan.

Menjadi komitmen Pemkab Banyumas terhadap pertanian
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, tahun ini Pemkab Banyumas berkomitmen perhatiannya akan lebih diarahkan ke pertanian. Mengingat daerah ini pernah menjadi lumbung padi nasional. “Tapi dana operasional dan pemeliharaan (O&P) dari APBD masih kurang dan hal ini menjadi permasalahan secara nasional,” ujar Ir. Irawadi, CES. Kepala Bidang Irigasi Dinas Sumber Daya Air Pertambangan dan Energi Kabupaten Banyumas.

Dana O&P kurang. Tahun 2007 sebesar Rp. 45.000,- per ha, sementara berdasar hasil rapat regional disepakati O&P sebesar Rp. 120.000,- per ha. Kekurangan dana tersebut juga turut menyumbang terjadinya akumulasi kerusakan jaringan irigasi. Alhasil, kebutuhan dana rehabilitasi semakin membengkak

Kendala utama dalam pengelolaan irigasi di Banyumas adalah debit sumber air semakin kecil akibat kerusakan lingkungan sehingga ketersediaan air untuk irigasi semakin berkurang. Hal ini diamini oleh Ir. Zahnir, M.Pd, M.Si, Kepala Bidang Pelestarian Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Banyumas. “Belakangan ini di beberapa daerah kualitas dan kuantitas mata air menurun ditunjukkan dengan menurunnya permukaan air tanah,” jelasnya.

Di sisi lain, secara kelembagaan juga masih ada masalah. Jumlah dan kualitas juru atau mantri yang bertugas sebagai pengelola jaringan irigasi di lapangan menurun karena pensiun. Sementara Paguyuban Petani Pemakai Air (P3A) belum bisa mengelola irigasi secara mandiri

Beberapa upaya yang telah dilakukan misalnya koordinasi dan kerjasama dengan pola sharing anggaran Pemkab maupun Pemprov. Terutama untuk penanganan yang bersifat mendesak dan darurat. Kemudian rehabilitasi dan O&P pada jaringan irigasi kewenangan Pemkab melalui pengalokasian Dana APBD untuk kegiatan O&P, rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi. Sedangkan untuk mengatasi kekurangan personil di lapangan konsep yang dipakai ialah pemberdayaan P3A. dan mengadakan pelatihan Manajemen Aset Sumber Daya Alam.

Tahun ini Dana Alokasi Khusus (DAK) APBD Kabupaten Banyumas digunakan untuk kegiatan Pemeliharaan dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi di 14 DI, rehabilitasi DI Kerbek, pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi di 2 DI. Total anggaran pengelolaan jaringan irigasi untuk meningkatkan fungsi jaringan irigasi dalam mencukupi air di areal sawah seluas 2.313,98 ha adalah Rp. 2.710.980.000,-

Kita mendapat pinjaman dari ADB yang digunakan untuk program PISP dan Banyumas merupakan proyek percontohan sebagai wakil Jateng,” ujar Pak Irawadi bangga. Pinjaman ADB 2064 (SF) dan 2065 (INO) ini diimplementasikan melalui program Participatory Irrigation Sector Project (PISP) untuk kegiatan Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPISP). Bidikan dari program ini meliputi penguatan kelembagaan (capacity building) untuk P3A maupun Lembaga Pengelola Irigasi (LPI), perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. PISP dilaksanakan sampai tahun 2011.

Lebih lanjut menurut Ir. Irawadi, Dinas Sumber Daya Air Pertambangan dan Energi Kabupaten Banyumas juga menyusun rencana pengembangan jaringan irigasi. Rencana tersebut meliputi pencarian alternatif penyediaan air baku untuk irigasi dari Air Bawah Tanah (ABT) atau melalui sistem pompanisasi, membuat skala prioritas penanganan serta berkoordinasi dengan Pemprov untuk penanganan bencana alam di jaringan irigasi.

Rusak lagi
Pak Jayus, tetua desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Banyumas, mengeluhkan tanggul irigasi desa yang baru diperbaiki BPSDA setelah demonstrasi petani beberapa waktu lalu, sudah rusak lagi. “Perbaikannya asal-asalan, belum satu tahun pinggiran tanggulnya sudah jebol lagi,” ujar Pak Jayus yang pernah menjadi ketua Dharma Tirta. Pak Jayus mengaku semasa dia menjadi ketua, dalam proses operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi beliau terus-menerus rugi. “Biaya yang keluar banyak, karena pengelolaan saya jalankan dengan sebaik-baiknya,”imbuhnya.

Bulan September 2006 lalu, kelompok tani desa Pegalongan, Sri Maneges berdemonstrasi menuntut rehabilitasi irigasi karena kerusakan saluran yang semakin parah bisa berujung pada gagal panen. Hasilnya, bantuan dari Pemerintah Kabupaten dan Provinsi untuk rehabilitasi saluran irigasi. Namun warga desa mengungkapkan bahwa rehabilitasi irigasi yang digarap BPSDA kurang bermanfaat.

Sebaiknya yang diperbaiki adalah saluran irigasi dari daerah Sidaboa ke Pegalongan, karena wilayahnya naik dan selokannya digali lebih dalam lagi. “Seharusnya saluran irigasi yang diperbaiki itu tempat air lewat, tapi yang dibangun malah tempat pembuangan air,” ujar Parto, petani setempat.

Kondisi saluran irigasi yang mengaliri desa tersebut cukup parah. Selokan berlubang disana-sini, yang nampak hanya genangan air di beberapa tempat. Dari Tanjung ke TPA Gunung Tugel air masih mengalir. Tetapi dari TPA ke Banjaran sudah berkurang dari 90 % menjadi 70%. Masih beruntung warga masih memiliki sumur di beberapa lokasi yang bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Pria bertubuh kecil ini bercerita bahwa areal lahan mulai mengering sejak tahun 1997. “Dulu waktu saya kecil airnya melimpah, tapi sekarang kering. Air di selokan irigasi desa tidak mengalir dan salurannya ngilang,” kisahnya. Lahan di desa hanya sekitar 20 ha yang bisa ditanami padi jenis gaga rancah. Banyak yang tidak produktif lagi dan pada akhirnya ditanami pohon penghasil kayu karena selalu gagal panen. Ditambah lagi kekurangan tenaga pemuda desa yang hijrah mencari kerja ke kota. “Lahan jadi tidak terawat, kalau ditanami padi juga tidak bisa gemuk, karena dimakan sama pohon di sekitar lahan,” ujar pria berusia 31 tahun ini. Areal lahan di desa Pegalongan praktis menjadi sawah tadah hujan karena pada musim kemarau air sama sekali tidak mengalir. “Mau nggak mau harus menanam pohon,” imbuhnya.

Pak Parto, seperti halnya petani desa Pegalongan yang lain juga mengeluhkan minimnya pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Misalnya waker (mandor; Jawa) selokan, petugas yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menjaga saluran irigasi sudah tidak ada lagi. “Kemarin pas musim panen tiap torong harus dijaga bergiliran, kalau tidak ditunggu bisa terjadi kebocoran atau airnya dicuri dan dialihkan ke lahan lain,” jelas Pak Parto disambut anggukan beberapa rekannya.

Senada dengan kondisi tersebut, Ir. Irawadi mengakui penurunan jumlah sumber daya manusia. Mantri pengairan berkurang karena sekarang sudah pensiun dan yang baru belum bisa bertugas dengan baik dan maksimal. “Permasalahan irigasi juga mencakup hal sosio teknis misalnya masalah penurunan jumlah mantri pengairan tersebut,” ungkapnya. Menurut Kabid Irigasi Dinas Sumber Daya Air Pertambangan dan Energi Kabupaten Banyumas ini hal tersebut bisa diatasi dengan memberdayakan P3A agar bisa mengelola air secara mandiri.

Berbicara tentang air berarti berbicara kepentingan hajat hidup orang banyak. Jika tidak dikelola dengan baik dan serius, maka kepentingan masyarakat akan terganggu. Seharusnya aparat Pemerintah mempertegas komitmen dengan memberikan perhatian lebih terhadap pertanian mengingat status Indonesia yang masih negara agraris.

No comments: