Thursday, February 8, 2007

Bertindak Arogan, Aparat Digugat ; Catatan Hukum Operasi Hutan Lestari III di Banyumas

Oleh Mahendra Bungalan (Tim Advokasi Kasus Kalipagu, Baturaden, Banyumas)

Senin, 13 Feburuari 2006, sekitar pukul 09.30 WIB, aparat gabungan yang terdiri dari Polres Banyumas dan Perhutani yang berjumlah kurang lebih 60 personil melaksanakan Operasi Hutan Lestari III di Dusun Kalipagu Desa Ketenger Baturraden Banyumas dengan mengendarai lima buah mobil pick up dan satu truk bewarna merah. Aparat menggeledah rumah warga dan menyita harta benda pada saat sebagian besar masyarakat pergi ke ladang /sawah tanpa menunjukkan selembar surat izin pun dan ini bertentangan dengan Pasal 33 KUHAP tentang Penggeledahan yang menyebutkan : 1) Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan.(2) Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.(3) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.(4) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.(5) Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau -menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan, dan Pasal 38 KUHAP tentang Penyitaan yang meyebutkan : 1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. (2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya

Kesaksian warga mengungkapkan bahwa aparat tidak berlaku sopan dan cenderung arogan dalam pelakanaan Operasi Hutan Lestari III di Dusun Kalipagu, antara lain dengan masuk rumah dengan mendobrak pintu pada saat pemilik rumah sedang di sawah atau ladang, aparat masuk lewat pintu belakang dan masuk tanpa ijin pemilik rumah. Bahkan kerusakan tidak hanya terjadi di rumah-rumah warga tetapi juga Pos Ronda milik warga pun dirusak, pintu Pos yang baru dibuat warga secara swadaya roboh ditendang aparat. Lebih ironis lagi, kesaksian seorang ibu muda yang saat kejadian hanya berdua dengan anaknya yang masih kecil, rumahnya dikelilingi sekitar 25 aparat gabungan sambil menodongkan senjata.
Dua orang warga ditangkap, Slamet Sumarto dan Darsito, dengan tuduhan menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenang (UU No. 41 Tahun 1999 pasal 50 ayat (3) huruf e tentang Kehutanan). Kondisi Slamet Sumarto saat itu dalam keadaan sakit, kaki kirinya luka parah akibat jatuh di sungai beberapa hari sebelum terjadinya Operasi Hutan Lestari III. Aparat pun mengatakan kepada keluarga Slamet Sumarto bahwa yang bersangkutan dibawa ke Polres Banyumas hanya untuk menjalani pemeriksaan dan tidak untuk ditangkap. Sedang, Darsito ditangkap di daerah Jurang Mangu, tempatnya bekerja sebagai tukang kayu, sore harinya setelah pelaksanaan Operasi Hutan Lestari III di Dusun Kalipagu digelar. Penangkapan Darsito pun tanpa pemberitahuan keluarga sempat membuat khawatir istri dan anak yang bersangkutan. Surat penangkapan dan penahanan kedua tersangka baru diterima pihak keluarga seminggu kemudian. Hal ini bertentang dengan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 21 ayat (3) KUHAP yang menyebutkan : Tembusan surat perintah penangkapan/penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan/penahanan dilakukan.

Upaya Non Hukum atau Non Litigasi
Upaya pertama yang dilakukan adalah penguatan di masyarakat, bahwa terjadinya penangkapan 2 warga tidak hanya menjadi orang per orang tapi permasalahan permasalahan kolektif yang menyangkut rasa keadilan, dan pemanfatan hasil hutan dan pola interaksi warga masyarakat pinggiran hutan dengan hutan disekitarnya. Hal ini menjadi sangat penting, karena menggugah kesadaran untuk melawan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan harus berasal dari masyarakat itu sendiri terutama masyarakat korban. Dan belajar bersama untuk mengkritisi kebijakan pemerintah adalah cara untuk sadar akan hak warga Negara dan apakah kebijakkan itu berpihak kepada masyarakat atau tidak adalah upaya berkelanjutan yang harus dilakukan.

Upaya selanjutnya merupakan lobi dan kampanye kepada publik bahwa ada kesewenang-wenangan yang dilakukan aparat dalam Operasi Hutan Lestari III. Lobi ini dilakukan melalui hearing (dengar pendapat) dengan anggota DPRD Tingkat II Banyumas mengenai Operasi Hutan Lestari III dan segala permasalahan pemanfaatan hutan. Masyarakat pun mengirimkan surat ke beberapa pihak seperti Komnas HAM, Kapolda Jawa Tengah, Kapolri, DPR RI sampai Presiden yang dimaksudkan untuk memberikan perhatian dan pengawasan dengan wewenang masing-masing terhadap perilaku aparat di lapangan.

Upaya Hukum atau Litigasi
Upaya hukum yang diambil salah satunya dengan menggugat pra peradilan Kapolri cq. Kapolda Jawa Tengah cq. Kapolwil Banyumas cq. Kapolres Banyumas sebagai pihak yang melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 2 orang warga Kalipagu (Tergugat) di Pengadilan Negeri Purwokerto berdasarkan Undang undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang undang Acara Pidana Pasal 77, yang menyebutkan : Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutuskan, sesuai ketentuan yang diatur dalam undang undang ini, tentang : (1) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (2) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyedikan atau penuntutan. Dan pasal 79 yang menyebutkan : “Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga, atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya”.

Pra peradilan juga berfungsi sebagai kontrol perilaku penyidik dalam hal ini kepolisian agar tetap menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

No comments: