Oleh M.N. Latief
Hampir pukul 3 sore ketika seorang pria datang tergopoh-gopoh ke sekretariat Paguyuban Tani Sri Rejeki (PTSR). “ Maaf agak terlambat, murid-murid saya sebentar lagi ujian, saya harus nge-les dulu” ujarnya usai memarkir motor Cina yang setia menjadi tunggangan sehari-hari. Hari ini pengurus Paguyuban Tani Sri Rejeki, Desa Bantarsari Cilacap, mengadakan rapat rutin bulanan untuk membahas perkembangan organisasi, dan Suratno Akhmad, nama pria yang baru datang, harus memimpin rapat.
Mas Ratno, begitu dia sering disapa, adalah sekretaris PTSR, organisasi tani yang sedang menghadapi konflik agraria. Sampai saat ini Mas Ratno sudah dua kali terpilih menjadi sekretaris organisasi,sejak organisasi berdiri pada tahun 2000. “Kami mempunyai sejarah yang panjang dengan tanah ini, sebelum seperti ini (persawahan-red) tanah ini adalah rawa-rawa yang tidak produktif, kamilah yang mengubahnya menjadi lahan subur dan produktif” ujarnya menjelaskan alasan petani mempertahankan garapan.
Mas Ratno cukup beruntung, jika umumnya petani tidak mengenyam pendidikan tinggi, lain halnya dengan Mas Ratno, dia berhasil menyelesaikan studi di Fakultas Ushuludin, IAIN Gunung Jati Bandung dan memperoleh gelar Sarjana Agama. Dengan bekalnya menimba ilmu, dia juga menekuni profesi sebagai seorang guru di yayasan pendidikan Muhamadiyah.
“Sebagai manusia, kita mempunyai kewajiban untuk menolong manusia lain keluar dari kesulitannya” kata Ratno. Aktifitasnya dalam organisasi dimaknai sebagai implementasi konsep tersebut. Dia ingin ingin ilmu yang dimilikinya bisa membantu menyelesaikan sengketa agraria antara PTSR dan Pemerintah Kabupaten Cilacap di tanah eks perkebunan NV. Rubber Culturr Maatschappy Kubangkangkung seluas 84,59 ha. Melalui organisasi tani inilah Mas Ratno ingin berguna bagi petani penggarap di desanya, karena bagi Mas Ratno, sebaik-baik manusia adalah manusia yang berguna bagi sesama.
Saling Belajar
Berinteraksi dengan petani bagi Mas Ratno sama dengan proses belajar yang tiada henti. Petani adalah sumber inspirasi yang selalu mengalir.” Mereka mengajari saya tentang hidup yang sesungguhnya, bagaimana menyelesaikan masalah dan mensyukuri nikmat” ujarnya. Karena itulah pada setiap pelajaran yang diberikannya di sekolah, dia selalu menekankan kebanggaan menjadi anak petani dan profesi petani. Diceritakan kepada murid-muridnya bahwa petani adalah manusia orang yang dinamis, mau bekerja dan belajar keras. Karena itulah petani bukan pekerjaan rendahan, tidak kalah bergengsi dengan pekerjaan lain di kota besar. Agamanya mengajarkan bahwa sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan yang menghidupi orang banyak, membawa manfaat bagi kehidupan. Menjadi petani menurutnya adalah perkerjaan yang membawa manfaat bagi sesama. Lahir dengan nama Akhmad Suratno, anak petani di Bantarsari pada tanggal 12 September 1972. Sebagai anak petani dia menyadari betul bahwa tanah adalah ruh petani, kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Masa SD dilewatkan di Bantarsari, SMP dan SMA-nya dijalani di Gandrungmangu, kota kecamatan di sebelah desanya.
Dinamika di organisasi tani membuatnya sadar bahwa banyaknya petani yang tidak mempunyai lahan garapan bukan hanya persoalan tidak mempunyai cukup modal untuk membeli tanah. Tapi ada persoalan struktural yaitu pemerintah tidak pernah serius melaksanakan reforma agraria yang menjamin tersedianya tanah garapan untuk petani. Seperti aktifis organisasi tani lain, Mas Ratno juga berjuang agar pemerintah secepatnya merealisasikan program revitalisasi pertanian yang mencakup pelaksanaan reforma agraria seperti diamanatkan UUPA.
Saat ini Mas Ratno dikaruniai dua orang putri. Jihan Arkani Fauziah dan Mutiara Tsani dari seorang istri Siti Nurkhasanah. Dengan keluarganyanya inilah dia harus berkompromomi dan memberi penjelasan bahwa aktifitas organisasi memang menyita waktu. Beruntung dia mempunyai istri yang memahami aktifitas organisas, maka tak menjadi masalah jika dia sering ditinggal malam-malam untuk menghadiri rapat dan koordinasi organisasi.[]
Thursday, February 8, 2007
Mas Ratno, Guru yang Belajar pada Petani
Labels:
Edisi Advokasi,
Profil
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment