Oleh Oktani F.
Mengembangkan wanatani bukan saja monopoli masyarakat dengan kondisi tanah yang subur dan baik. Masyarakat di kawasan perbukitan gunung Tugel juga melakukan pengembangan wanatani di lahannya yang kering dan tandus. Pada beberapa titik di perbukitan ini memang terdapat wilayah yang gersang dengan sedikit jenis tanaman tahunan yang tumbuh di atasnya.
Vegetasi yang minim lambat laun mengurangi tingkat kesuburan tanah. Misalnya di lahan milik Pak Narsudi (58 th), tiap tahun hasil panen ketela pohonnya terus berkurang. Padahal, dia sudah menambah dosis pupuk urea, namun tidak banyak merubah kondisi tanaman. Umbi ketela pohon miliknya tetap saja kecil, daun tidak hijau, dan panennya tidak menggembirakan.
Pak Narsudi tidak membiarkan kondisi lahannya itu lama-lama, tiap pergi ke lahan, dia selalu membawa barang satu atau dua karung kotoran ternak. Untuk menyuburkan dan menjaga kegemburan tanah, katanya. Kebiasaan tersebut ada hasilnya, sepintas bisa dilihat perbedaan kondisi kesuburan tanah. Warna tanah pada lahan-lahan yang penggunaan kotoran ternaknya sedikit, biasanya lebih terang, merah dan pecah-pecah. Berbeda dengan lahan milik pak Narsudi, warnanya gelap dan lembab.
Mengupayakan Kesuburan tanah
Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, tanaman memerlukan tanah yang menyediakan hara dalam jumlah cukup. Hara dalam tanah, dengan bantuan sinar matahari digunakan untuk proses pembentukan batang, daun, buah, dan biji serta akar oleh tanaman. " Nek kebonan, apamaning sing miring ora dirumati, selat suwe ilang kasile", ujar Kang Ratim (45th), salah anggota kelompok Sri Murni saat menjelaskan pentingnya menjaga kesuburan tanah. Kreatifitas petani seperti yang dilakukan oleh Pak Narsudi inilah yang mampu mengembalikan kesuburan tanah.
Selain mengambil pupuk dan usur hara dalam tanah, beberapa jenis tanaman juga ada yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Guguran daun di tanah akan diuraikan oleh hewan-hewan tanah sehingga bermanfaat untuk mengembalikan hara dalam tanah. Akar pepohonan yang tinggi juga dapat mengurangi terjadinya peresapan air jauh ke dalam tanah. Rambut-rambut halus akar mampu memegang butiran-butiran air.
Konsep ini telah dipahami dan mulai dipraktekan oleh petani pada empat kelompok di wilayah perbukitan Gunung Tugel. Mereka sedang belajar untuk memanfaatkan lahan kering dengan konsep wanatani. Terdapat 4 kelompok yang melakukan rangkaian kegiatan yang mengupayakan pemanfaatan lahan kering berbasis lingkungan tersebut, yaitu Seni Madep di Grumbul Depok-Kelurahan Teluk, Sri Murni 1 dan Sri Murni 2 di Grumbul Klentheng-Desa Kedungrandu, serta Terus Jaya di Grumbul Cunil-Desa Pegalongan.
Dengan kondisi wilayah yang berbeda-beda, masing-masing kelompok mengupayakan pengelolaan lahan kering dengan menjaga kelestariannya.
Mereka menggunakan pupuk organik untuk mengembalikan dan meningkatkan kesuburan tanah. Petani membuatnya dengan campuran kotoran ternak dan arang sekam yang disiram dengan bakteri pembusuk. Kotoran ternak mereka bawa sesuai kemampuan, satu atau dua karung tiap petani. Sekam diperoleh dengan mendatangkannya dari tempat penggilingan padi di desa sebelah. Pupuk organik tersebut kemudian disimpan dalam lumbung pupuk yang dibuat sebelumnya dengan gotong royong.
Tanaman dan Ternak
Pupuk organik tadi, digunakan untuk membuat demplot pembibitan tanaman usia panjang. Bibit yang dipilih adalah Albasia dan Jati. Bibit tersebut nantinya akan digunakan untuk menghijaukan lahan kering mereka yang gundul. Ditanam pada lahan mereka yang kering dan terbuka, tanpa ada tanaman penutup tanah. Dua jenis tanaman tersebut dipilih dengan pertimbangan memiliki kemampuan untuk menjaga kondisi tanah dari erosi, Albasia dapat mengembalikan kesuburan tanah, serta memiliki nilai jual yang baik dalam jangka waktu 5 10 tahun.
Untuk memberikan contoh nyata pada petani, dibuatlah kebun kelompok yang mempraktekan keseluruhan proses wanatani di lahan kering. Dalam kebun kelompok, mereka mencoba memadukan jenis tanaman semusim dan tanaman tahunan. Sebagai awalan, lahan kelompok ini ditanami kacang panjang, pertimbangannya adalah harga jualnya cukup bagus, mudah dipelihara, dan kemampuan akar-akarnya untuk mengikat unsur Nitrogen (N) yang biasanya diperoleh dengan memberikan pupuk urea. Ketersediaan unsur Nitrogen (N) dalam tanah akan baik bagi tanaman berikutnya.
Bagaimana dengan ternak? Ternak adalah salah satu elemen penting dalam pengembangan wanatani dan pertanian terpadu pada umumnya. Keterpaduan antara tanaman dan ternak terletak pada penambahan nilai guna pada limbah yang dihasilkan oleh salah satunya. Ternak membutuhkan pakan (dari daun-daunan) dan tanaman mendapatkan kotoran ternak sebagai pupuk. Untuk mendukung pengembangan ternak, demplot juga ditanami hijauan makanan ternak, berupa Siridia, Rumput Gajah, dan Setaria yang bibitnya diperoleh dari Balai Pusat Pengembangan Ternak Unggul Sapi Perah (BPTU Sapi Perah) Baturraden. Hijauan makanan ternak (HMT) juga mereka tanam di pekarangan masing-masing. Fungsinya, selain untuk pakan ternak juga sebagai tanaman benteng teras agar tidak terjadi longsor dan erosi tanah pada musim hujan. Tanaman penguat teras tersebut memiliki perakaran yang cukup kuat serta mampu tumbuh dalam lingkungan marginal yang ketersediaan airnya sedikit, sehingga saat kemarau datang, dia dapat tetap tumbuh.
Thursday, February 8, 2007
Berseminya Kembali Wanatani di Perbukitan Gunung Tugel
Labels:
Edisi Wanatani,
Liputan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment